Jumat, 05 Juli 2013

pustakawan tradisonal dan kontemporer


Dalam sebuah perpustakaan tentunya terdapat sebuah peraturan dan hal utama yakni sebuah informasi. Dalam realitas dan fenomena yang ditemui, penyajian informasi dalam sebuah perpustakaan masih tergolong tradisionalis dan masih mengikuti cara lama. Hal ini bisa ditemui pada penyajian daftar buku, penyimpanan data anggota, peminjaman, dan lain sebagainya.
Progresifitas sains dan teknologi kontemporer banyak mengubah tatanan hidup atau sebuah aturan dan sistem tertentu. Dengan merujuk pada perkembangan teknologi tentunya sangat tepat jika pada sebuah layanan informasi sebuah perpustakaan dibuat lebih modern dan lebih memudahkan pemakai.
Dengan demikian, sebuah sistem informasi yang bisa mencakup hal tentang perpustakaan yang disatukan dalam sebuah wadah sistem informasi layanan perpustakaan merupakan pilihan yang tepat untuk mengolah dan memeneg sebuah perpustakaan.
            Untuk mewujudkan sebuah perpustakaan yang lebih modern tentu sangat dibutuhkan pustakawan yang kompoten dibidang otomasi perpustakaan. Pustakawan sebagai penggerak perpustakaan tentu harus menguasai tehnologi informasi.

Kamis, 04 Juli 2013

jenis - jenis keadilan


A.    JENIS – JENIS KEADILAN
1.      Keadilan distributif.
Yaitu keadilan yang memberikan hak atau jatah kepada setiap orang menurut jasa – jasa yang telah diberikan ( pemberian menurut haknya masing – masing pihak)[1]
Prinsip dasar keadilan distribusi adalah bahwa yang sederajat haruslah diperlakuakan dengan sederajat dan yang tidak sama haruslah diperlakukan dengan cara tidak sama. Prinsip dasar dari keadilan distrubutif dapat dinyatakan sebagai berikut :
“Individu – individu yang sederajat dalam segala hal yang berkaitan dengan perlakuan yang dibicarakan haruslah memperoleh keuntungan dan beban serupa, sekalipun mereka tidak sama dala aspek – aspek yang tidak relavan lainnya, dan individu – individu yang tidak sama dalam suatu aspek yang relavan perlu diperlakukan secara tidak sama, sesuai dengan ketidaksamaan mereka.”[2]
2.      Keadilan sebagai kesamaan (komunikatif)
Kaum egalitarian meyakini bahwa tidak ada perbedaan yang relavan diantara semua orang yang bisa dipakai sebagai pembenaran atas perlakuan yang tidak adil. Menurut pandangan egalitarian, semua keuntungan dan beban haruslah dan didistribusikan menurut rumusan berikut :
“Semua orang harus memperoleh bagian keuntungan dan beban masyarakat atau kelompok dalam jumlah yang sama”[3]
Pandangan egalitarian didasarkan pada proposisi bahwa semua manusia adalah sama dalam sejumlah aspek dasar. Kesamaan juga diusulkan sebagai salah satu dasar keadilan, bukan hanya untuk seluruh masyarakat namun juga dalam kelompok – kelompok kecil dan organisasi. Dalam keluarga misalnya, sering diasumsikan bahwa anak – anak berhak memperoleh bagian yang sama dari apa yang diwariskan oleh orang tua mereka.
Bagi banyak orang, kesamaan terlihat sebagai tujuan sosial yang sangat menarik. Semua manusia diciptakan sama, demikian pernyataan dalam declaration of independence, dan prinsip kesamaan inilah yang telah menjadi daya pendorong emansipasi budaya, larangan terhadap bebtuk kerja paksa, penghapusan rasial, gender,  hak milik untuk bias ikut pemilu dan memperoleh jabatan dll.
Meskipun popular, pandangan – pandangan egatalirian juga banyak mendapat kecaman. Salah satunya ditujukan kepada klaim egalitarian yang menyatakan bahwa semua manusia dalam sejumlah aspek dasar. Para kritikus mengklaim bahwa tidak ada tidak ada kualitas yang dimiliki semua manusia berada dalan tingkatan yang sama persis. Manusia berbeda dalam hal kemampuan, inteligensi, kebaikan, kebutuhan, keinginan, dan semua karakteristik fisik mental lainnya. Jadi, ini berarti manusia dalam segala hal adalah tidak sama.
Keadilan komunikatif Yaitu keadilan yang berhubungan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa – jasa perseorangan.[4] Menurut adam smith yang disebut keadilan sesungguhnya hanya ada satu arti yaitu keadilan komunikatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan satu orang atau pihak dengan orang atau pihak yang lain.[5]
Ada 3 prinsip pokok keadilan komunikatif menurut adam smith, yaitu :
a.    Prinsip no Harm
Prinsip ini merupakan prinsip yang paling mendasar, yaitu tidak merugikan orang lain. Dasar dari prinsip ini adalah pengharga atas harkat dan martabat manusia beserta hak – haknya yang melekat padanya, termasuk atas hak hidup.
b.    Prinsip Non Intervetion
Prinsip ini adalah prinsip tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang tidak diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.
c.    Prinsip pertukaran yang adil
Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar.
3.      Keadilan kapitalis.
Keadilan kapitalis ini berdasarkan konstribusi yang disumbangkan masing – masing individu. Semakin banyak yang diberikan seseorang kepada masyarakat semakin banyak pula yang berhak diperolehnya dan semakin sedikit yang diberikan semakin sedikit pula yang akan diperolehnya. Pendek kata “ keuntungan haruslah didistribusikan sesuai dengan nilai sumbangan individu yang diberikan pada masyarakat, tugas, kelompok atau pertukaran.”[6]
Masalah utama yang muncul dalam penilaian konstribusi yang diberikan. Salah satunya adalah menilai menurut jumlah usaha. Semakin besar usaha yang dilakukan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya maka semakain besar pula bagian keuntungan yang berhak diperolehnya. Namun hal ini terdapat banyak masalah karena menghargai seseorang berdasarkan usaha bukan hasil yang diperolehnya. Prinsip ini bisa saja mengabaikan kemampuan serta produktifitas relative, maka orang – orang yang berbakat dan sangat produktif hanya akan memperoleh sedikit insentif untuk bisa mengembangkan bakat dan produktivitas mereka dalam memberikan sumbangan bagi masyarakat.
4.      Keadilan sosialisme
Keadilan sosialisme ini berdasarkan kebutuhan dan kemampuan. Prinsip sosialis ini dapat ditulis sebagai berikut :
“Beban kerja haruslah didistribusikan sesuai dengan kemampuan orang – orang, dan keuntungan harus didistribusikan sesuai dengan kebutuhan mereka.”[7]
Prinsip sosialis ini pertama kali didasarkan pada gagasan bahwa setiap orang menyadari potensi mereka dengan menunjukkan kemampuan dalam kerja yang produktif.
Namun prinsip sosialis ini juga mendapatkan kritikan yang menyatakan bahwa prinsip sosialis ini tidak akan ada kaitan antara jumlah usaha yang dilakukan seseorang pekerja dengan jumlah penghargaan yang diterimanya karena penghargaan tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan bukan pada usaha.
Kritikan lainnya yang menentang prinsip sosialis adalah jika prinsip sosialis diberlakukan, maka hal ini akan menghancurkan kebebasan individu. Pekerjaan setiap orang akan ditentukan berdasarkan kemampuaannya bukan berdasarkan keinginan mereka sendiri.
5.      Keadilan libertarianisme
Robert Nozick menyatakan bahwa prinsip keadilan ini adalah
“Dari setiap orang sesuai dengan apa yang dipilihnya untuk dilakukan, bagi setiap orang sesuai dengan apa yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri (mungkin dengan bantuan orang lain), dan apa yang dipilih orang lain untuk dilakukan baginya dan mereka dan mereka pilih untuk diberikan padanya atas apa yang telah mereka berikan sebelumnya dan belum diperbanyak atau dialihkan[8]

6.      Keadilan retributive
Keadilan retributive berkaitan dengan keadilan dalam menyalahkan atau menghukum seseorang yang telah melakukan kesalahan. Hukuman yang adil adalah kepastian bahwa orang yang dihukum benar – benar melakukan apa yang dituduhkan. Menghukum berdasarkan pada bukti – bukti yang tidak akurat dapat dikatakan sebagai tindakan yang didak adil. Hukuman tersebut haruslah konstinten dan proposional dengan kesalahannya. Hukuman dianggap konsisten jika semua orang akan memperoleh hukuman yang sama untuk kesalahan yang sama. Hukuman dianggap proposional dengan kesalahan apabila hukuman tersebut tidak lebih besar dibandingkan kerugian yang diakibatkan dari kesalahan.


[1] Michael dermawan. Jenis-jenis-keadilan.html
[2] Manuel G. Velasquez. Etika Bisnis : konsep dan kasus, edisi 5, (yogjakarta : ANDI, 2005),Hal.: 101
[4] M. yatimin Abdullah. Pengantar studi etika ( Jakarta : Raja Grafindo : 2006), hal : 552
[5] Hada.siti. teori-keadilan-menurut-para-ahli.html
[6] Manuel G. Velasquez. Etika Bisnis : konsep dan kasus, edisi 5, (yogjakarta : ANDI, 2005),Hal.: 104

hubungan keadilan dengan profesi pustakawan


HUBUNGAN KEADILAN DENGAN PROFESI PUSTAKAWAN
Perpustakaan adalah salah satu basis penyangga peradaban bangsa. Perkembangan zaman dan globalisasi telah memberikan dampak yang cukup positif terhadap aliran informasi. Salah satu komponen terpenting dalam perpustakaan adalah pustakawan. Komponen ini sangat diperlukan untuk memberikan pelayanan atau jasa kepada pengguna perpustakaan. Pustakawan seharusnya merupakan tenaga fungsional yang statusnya tidak berbeda dari tenaga profesional lainnya. Seorang pustakawan wajib memberikan pelayanan prima kepada setiap pemustaka sesuai dengan uundang – undang perpustakaan nomor 47 tahun 2007 tentang layanan perpustakaan pasal 14 ayat (1) “ layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi pada kepentingan pemustaka”. Pelayanan prima adalah sikap dan perilaku pustakawan terhadap pemakai/pengunjung yang datang keperpustakaan maupun yang berhubungan lewat telepon agar pemakai tersebut merasa puas dan merasa dipentingkan serta di perhatikan oleh pustakawan diperpustakaan yang bersangkutan.
Pelayanan yang diberikan diperpustakaan sangat berpengaruh pada individu pustakawan terutama yang berhubungan dengan sikap dan perilakunya. Pengendalian sikap dan perilaku pustakawan sangat menentukan baik tidaknya pealayan yang diberikan kepada pemakainya. Jadi untuk meningkat pelayan yang harus diperbaiki adalah pustakawannya sebagai pelaku pemberi pelayanan kepada pemakainya bukan perpustakaan sebagai lembaga.
Salah satu sikap yang harus ada pada pustakawan dalam memberikan pelayan adalah adil. Pustakawan tidak boleh membeda – bedakan pengguna perpustakaan dalam memberikan layanan. Setiap pemakai berhak mendapatkan pelayanan yang sama. 
Keadilan didalam perpustakaan sudah diatur dalam kode etik pustakawan Indonesia pada pasal 4 ayat 1 “pustakawan menjunjung tinggi hak perorangan atas informasi. Pustakawan menyediakan akses tak terbatas, adil tannpa memandang ras, agama, status, social ekonomi, politik, gender, kecuali ditentukan oleh peraturan perundangundangan.”