Rabu, 13 Agustus 2014

PELAYANAN PRIMA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

BAB I
PENDAHULUAN
            Salah satu komponen terpenting perpustakaan adalah pustakawan. Komponen ini sangat diperlukan untuk memberikan pelayanan atau jasa kapada pengguna parpustakaan. Pustakawan seharusnya merupakan tenaga fugsional yang statusnya tidak berbeda dengan tenaga professional lainnya misalnya dosen, hakim, jaksa, dokter dan tenaga professional lainnya. Oleh karena itu, seorang pustakawan harus mampu menempa dirinya menjadi seorang professional yang mampu memberikan jasa dan layanan yang memuaskan kepada pelanggannya.
            Pelayan prima dalam perpustakaan sudah ditekankan dalam undang-undang perpustakaan nomor 47 tahun 2007, tentang layanan perpustakaan pasal 14 ayat (1) “ layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka”.[1]
            Perpustakaan perguruan tinggi merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) bersamasama dengan unit lain turut melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan cara memilih, menghimpun, mengolah, merawat, dan melayankan sumber informasi. Pemustaka di perguruan tinggi adalah sivitas akademika yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan karyawan, semuanya membutuhkan informasi yang berbeda-beda dan dinamis. Mahasiswa sering datang keperpustakaan menanyakan berbagai hal yang berhubungan dengan perkuliahan dan pustakawan membantu mencarikan, kemudian dosen datang ke perpustakaan mencari bahan mengajar atau penelitian dan meminta pustakawan mencarikan literatur sesuai dengan yang mereka ajarkan. Selain dosen, mahasiswa, ada juga karyawan yang mengunjungi perpustakaan, biasanya mencari bahan pelatihan, kenaikan pangkat, informasi obat-obatan, resep masakan dan sebagainya.
            Ketiga jenis pemustaka tersebut tingkah lakunya berbeda-beda, ada yang menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti tetapi kadang-kadang ada yang tidak,2 ada yang sopan ada juga yang tidak. Namun demikian pustakawan harus bisa mengatasi semua persoalan dengan sebaik mungkin. Pustakawan harus dapat menjawab semua kebutuhan pemustaka dengan bahasa yang jelas, sopan, dan tepat.
            Berangkat dari sinilah pustakawan dapat menunjukkan eksistensinya dan perannya dalam memberikan layanan sebaik mungkin kepada pemustaka. Untuk memenuhi kebutuhan pemustaka, maka pustakawan hendaknya selalu berupaya memberikan layanan yang terbaik (layanan prima). Agar terwujud layanan prima di perpustakaan maka pustakawan hendaknya memiliki kompetensi, yaitu memiliki ilmu pengetahuan tentang perpustakaan yang memadai, keterampilan dan, sikap yang baik dalam memberikan layanan kepada pemustaka.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PELAYANAN PRIMA
            Pelayanan  adalah  suatu  usaha  untuk  membantu  menyiapkan  (mengurus)  apa  yang diperlukan oleh orang lain. Setiap konsumen atau pelanggan pada dasarnya membutuhkan barang dan jasa, baik yang bersifat primer maupun tertier.
            Secara sederhana pelayanan prima dapat diartikan sebagai pelayanan yang menguntungkan atau memuaskan pelanggan[2]. Dengan kata lain, pelayanan prima merupakansuatu pelayanan yang memenuhi standar kualitas. Pelayanan yang memenuhi standar kualitas adalah suatu pelayanan yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan/masyarakat.
            Pelayanan prima adalah sikap dan prilaku pustakawan terhadap pemakai/pengunjung yang datang yang datang keperpustakaan maupun yang yang berhubungan lewat telepon agar pemakai tersebut merasa puas dan merasa dipentingkan serta diperhatikan oleh pustakawan diperpustakaan yang bersangkutan.[3]
            Dari pengertian diatas semakin jelas bahwa pelayanan prima sangat berpengaruh pada individu pustakawan terutama yang berhubungan dengan sikap dan perilakunya. Pengendalian sikap dan perilaku pustakawan sangat menentukan baik tidaknya pelayanan yang diberikan kepada pemakainya. Jadi untuk meningkatkan pelayanan menjadi pelayanan prima yang harus diperbaiki bukan pada perpustakaannya sebagai lembaga tetapi kepada pustakawan sebagai pelaku pemberi layanan kepada pemakainya.

B.     KONSEP PELAYANAN PRIMA
            Ada tiga konsep dasar yang harus diperhatikan dalam mewujudkan pelayanan prima, yaitu :
1.      Konsep sikap (attitude)
Keberhasilan bisnis industry jasa pelayanan akan sangat tergantung pada orang – orang yang terlibat didalamnya .Sikap pelayanan yang diharapkan tertanam pada diri para karyawan adalah sikap yang baik, ramah, penuh simpatik, dan mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap perusahaan. Jika kalian menjadi karyawan suatu perusahaan, sikap kalian akan menggambarkan perusahaan kalian. Kalian akan mewakili citra perusahaan baik secara langsung atau tidak langsung. Pelanggan akan menilai perusahaan dari kesan pertama dalam berhubungan dengan orang-orang yang terlibat dalam perusahaan tersebut. Sikap yang diharapkan berdasarkan konsep pelayanan prima adalah:
a)      Sikap pelayanan prima berarti mempunyai rasa kebanggaan terhadap pekerjaan
b)      Memiliki pengabdian yang besar terhadap pekerjaan
c)      Senantiasa menjaga martabat dan nama baik perusahaan
d)     Sikap pelayanan prima adalah: ”benar atau salah tetap perusahaan saya “(right or wrong is my corporate)”.
2.       Konsep perhatian (attention)
Dalam melakukan kegiatan layanan, seorang petugas pada perusahaan industri jasa pelayanan harus senantiasa memperhatikan dan mencermati keinginan pelanggan. Apabila pelanggan sudah menunjukkan minat untuk membeli suatu barang/jasa yang kita tawarkan, segera saja layani pelanggan tersebut dan tawarkan bantuan, sehingga pelanggan merasa puas dan terpenuhi keinginannya.
      Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut bentuk-bentuk pelayanan berdasarkan konsep perhatian adalah sebagai berikut:
1) Mengucapkan salam pembuka pembicaraan.
2) Menanyakan apa saja keinginan pelanggan.
3) Mendengarkan dan memahami keinginan pelanggan.
4) Melayani pelanggan dengan cepat, tepat dan ramah.
5) Menempatkan kepentingan pelanggan pada nomor urut 1.
3.       Konsep tindakan (action)
Pada konsep perhatian, pelanggan “menunjukkan minat” untuk membeli produk yang kita tawarkan. Pada konsep tindakan pelanggan sudah ”menjatuhkan pilihan” untuk membeli produk yang diinginkannya.[4]

C.     SIKAP PUSTAKAWAN DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN YANG PRIMA DIPERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
            Konsep pelayana prima bagi pustakawan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Mereka yang bekerja diperpustakaan, sejak semula sudah ditekankan tentang orientasi jasa perpustakaan kepada kepentingan atau kepuasan pengguna. oleh karena itu sudah kewajiban bagi pustakawan untuk memberikan pelayanan prima.
            Ada beberapa sikap yang harus ada pada pustakawan dalam memberikan layanan kepada pemustaka, sebagai mana di atur dalam kode etik pustakawan Indonesia tahun 2006, yaitu :
1.      Pustakawan menjunjung tinggi hak perorangan atas informasi. Pustakawan menyediakan akses tak terbatas, adil tanpa memandang ras, agama, status social, ekonomi, politik, gender, kecuali ditentukan oleh perundang –undangan
2.      Pustakawan harus melindungi hak privasi pengguna dan kerahasiaan menyangkut informasi yang dicari.
3.      Bersifat sopan dan bijaksana dalam melayani pengguna, baik secara ucapan maupun perbuatan.
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dapat memberikan pelayanan yang prima terhadap pengguna perpustakaan, khususnya kepada mahasiswa.
1.      Sebuah perpustakaan akan dapat dioptimalkan pelayanannya bila didukung oleh gedung, sarana dan prasana yang memadai.
2.      Koleksi yang mampu memberikan kebutuhan akan informasi penggunanya
3.       Sumberdaya manusia yang memiliki keahlian di bidang perpustakaan;
4.      Teknologi informasi (komputer, internet dll.)
Di samping hal tersebut agar perpustakaan dapat memberikan pelayanan yang prima, ada beberapa elemen strategi jasa perpustakaan diantaranya, sebagai berikut:
1.      mengkaji siapa klien.
               Membuat katagori klien atau segmentasi merupakan tahap awal dari perencanaan jasa layanan informasi. Adapun klien yang ada di perpustakaan perguruan tinggi adalah : mahasiswa, staf pengajar, karyawan dan pengguna dari luar perguruan tinggi tersebut.
2.      mengkaji layanan jasa informasi yang klien inginkan
. Untuk mencari tahu kebutuhan klien pada saat ini maupun kedepan, amatlah penting untuk memahami persoalan-persioalan/isu-isu yang dihadapi lingkup kerja mereka. Misalnya kebutuhan mahasiswa program studi desain tentunya akan berbeda dengan program studi lainnya. Oleh karena itu kita harus dapat menyediakan informasi/koleksi yang mencakup seluruh program studi yang ada di perguruan tinggi tersebut dan kebutuhan informasi apa saja yang mereka butuhkan.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi klien perpustakaan tidak dapat bekerja sendiri harus dapat bekerjasama dengan pihak lain seperti program studi yang ada di perguruan tinggi tersebut, karena yang mengetahui kebutuhan informasi mahasiswa adalah program studi yang ada di perguruan tiggi tersebut, disamping itu staf perpustakaan harus berperan aktif untuk mengetahui kebutuhan klien dengan cara melakukan pendekatan kepada klien (mahasiswa) yang datang ke perpustakaan, kebutuhan informasi atau koleksi apa saja yang mereka butuhkan.
           Sesungguhnya investasi paling utama dalam pengembangan layanan prima bukanlah semata-mata peralatan teknologi yang canggih, melainkan adalah sikap dari pustakawan itu sendiri. Sikap seseorang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan layanan di perpustakaan terutama pustakawan yang bertugaas di bagian layanan. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya agar dapat menimbulkan motivasi pribadi. Motivasi adalah kemauan besar yang terkandung dalam diri seseorang, dan untuk mendapatkanya menurut Mustafa (2005) dapat dilakukan dengan cara :
1.      Mempunyai rasa percaya diri
2.       Menggunakan imajinasi
3.       Jangan takut gagal/salah
4.       Perhatikan penampilan
           Menurut Zeitthemi dalam Kosasih (2009) kualitas layanan yang baik apabila pustakawan bersedia melayani pemustaka dengan senang hati, bersedia membantu, dan selalu menjemput bola, seperti bertanya kepada pemustaka sebelum mereka bertanya. Kriteria untuk peningkatan kualitas layanan, maka pustakawan harus dapat memenuhi dimensi-dimensi sebagai berikut:
1.      Tangibles (berwujud), ruang dan peralatan harus nyaman dan tertata dengan baik dan pustakawan selalu berpenampilan menarik
2.      Realibility (kehandalan), kinerja pustakawan harus handal dan akurat sehingga meminimalisasi kesalahan
3.      Responsiveness (daya tanggap), pustakawan harus dapat menjawab pertanyaan pemustaka dalam waktu singkat dan jika tidak ditemukan dapat menunjukkan ke tempat
4.      Competence (pengetahuan dan keterampilan), pustakawan harus terlatih dalam memberi layanan kepada pemustaka
5.      Access (kemudahan hubungan), suasana perpustakaan harus menyenangkan dan tersedia sarana komunikasi sehingga pelacakan informasi dapat dilakukan dengan cepat
6.      Courtesy (perilaku), setiap pustakawan harus bersikap sopan, bersahabat, tanggap, dan ramah kepada pemustaka
7.      Communication (komunikasi), pustakawan harus mampu mendengarkan keinginan dan aspirasi pemustaka dan kesediaan menyampaiakan informasi terbaru kepada pemustaka
8.      Creadibility (kejujuran), pustakawan harus menjunjung tinggi sifat kejujuranya baik terhadap diri sendiri, sesama pustakawan dan terhadap pemustaka
9.      Security (kemanan), Pelayanan perpustakaan harus menjamin keselamatan fisik, kenyamanan, dan keamanan barang-barang yang dianggap rasasia dan berharga
10.  Understanding the Costamer (memahami kebutuhan), pustakawan mampu menggali, menidentifikasi, dan memahami kebutuhan pemustaka
D.     STRATEGI MENGATASI KETIDAKPUASAN PEMAKAI JASA PERPUSTAKAAN

            Menurut Irawan (2001) dalam menanggapi komplain yang disampaikan oleh para pelanggan yang mempunyai problem haruslah disambut dengan dua kata , yaitu pertama dengan ucapan terima kasih oleh front-line staff atau bagian custumer service karena mereka yang komplain masih menjadi pelanggan dan memberikan kesempatan kepada organisasi atau badan usaha untuk melakukan recovery. Yang menjadi masalah adalah apakah front-line staff mampu melakukan dengan tulus. Gerakan tubuh dan pancaran sinar mata sersta senyuman yang menyertai adalah lebih penting dari pada sekedar kata-kata.
            Ada beberapa hal yang dapat dilakukan pustakawan saat menghadapi keluhan pemakai, antara lain :
a.       Pemakai biasanya marah pada saat menyampaikan keluhan, tetapi pustakawan tidak boleh terpancing dan ikut marah
b.      Pustakawan tidak boleh membuat janji-janji demi menyenangkan pemakai namun berakibat fatal di kemudian hari serta tidak menjanjikan sesuatu di luar kewenangannya.
c.       Jika permasalahan tidak dapat diselesaikan sementara pustakawan sudah berbuat maksimal untuk pemakai, petugas harus berani menyatakan menyerah dengan jujur. Kejujuran adalah kebijaksanaan terbaik Dalam menghadapi pemakai yang selalu mengeluh, pustakawan harus sabar dan melakukan pendekatan terhadap orang tersebut secara khusus.

            Beberapa cara bagi pustakawan untuk menghadapi keluhan pemakai perpustakaan yaitu :
a.       Dengarkan dengan penuh perhatian dan empati pemakai yang mengeluh
b.      Jika memungkinkan, isolasikan pemakai yang sedang marah, sehinga pemakai lain tidak mengetahuinya
c.       Bertindak secara tenang. Hindari amarah dan menyalahkan bahwa kesalahan ada di pihak pemakai. Jangan berdebat dengan pemakai
d.       Berhati-hati dengan harga diri pemakai. Gunakan nama pemakai sesering mungkin. Hadapi keluhan pemakai dengan serius
e.       Berikan perhatian yang menyeluruh kepada pemakai. Konsentrasikan pada permasalahan, tidak menyalahkan dan menghina pemakai.
f.       Buat catatan dan tulis fakta tentang keluhan pemakai. Mintalah pemakai untuk berbicara secara perlahan agar keluhannya dapat dicatat. Hal ini dapat melegakan pemakai.
g.      Katakan pada pemakai apa yang sedang pustakawan lakukan terhadap mereka. Tawarkan beberapa pilihan. Jangan membuat janji jika tidak mungkin dipenuhi, jangan melakukan tindakan di luar batas otoritas pustakawan.
h.      Dalam membantu menyelesaikan masalah, tentukan jangka waktunya secepat mungkin. Jangan terlalu berani menentukan waktu tapi tidak ditepati; lebih baik lebihkan waktu sedikit namun penyelesainnya lebih cepat.
i.        Amati tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang membantu menyelesaikan masalah tersebut sampai tuntas
j.        Hubungi pemakai dan tanyakan apakah keluhan yang ditangani sudah memuaskan atau belum. Sampaikan rasa terima kasih kepada pemakai Keluhan pemakai harus dipandang sebagai satu langkah perbaikan perpustakaan . Bila ingin memuaskan pemakai, maka pustakawan harus dapat menghargainya dengan tulus, dengan menggunakan hati nurani, agar ia merasa tersentuh hatinya dan tidak berpaling ke jasa yang ditawarkan penyedia jasa lain.Pemakai akan memandang petugas dengan memperhatikan perkataan, tindakan atau perilaku dan penampilannya. Pada dasarnya layanan adalah perpaduan antara Effisiency dan Courtsy
            Strategi perpustakaan perguruan tinggi dalam mengatasi ketidakpuasan pemakai dilakukan dengan membangun kualitas layanan yang baik melalui peningkatan :
1.      Profesionalisme dan Keterampilan (Profesionalisme and Skills) Para pemakai menyadari bahwa pemberi pelayanan dan para pustakawan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah secara profesional (outcome-related criteria)
2.      Sikap dan Perilaku (Attitude and Behavior) Para pemakai merasakan bahwa petugas pelayanan atau pustakawan (contact person) memperhatikan dan tertarik untuk memecahkan masalah pemakai secara spontan dan ramah (process-related criteria)
3.      Aksesibilitas dan Fleksibilitas (Accessibility and Flexibility) Para pemakai merasakan bahwa perpustakaan, lokasinya, waktu kegiatan/layanan pustakawan dan sistem operasionalnya dirancang dan beroperasi dengan baik sehingga mudah memiliki akses kepada layanan serta kesemuanya dipersiapkan agar sesuai dengan permintaan dan keinginan pemakai (process-related criteria
4.      Reliabilitas dan Terpercaya (Reability and Trustworthiness) Para pemakai mengetahui bahwa mereka mempercayai perpustakaan dan pustakawan akan menepati janjinya dan melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati (process related criteria)
5.      Perbaikan (Recovery)
  
BAB III
PENUTUP
kesimpulan :
            Untuk dapat memberikan layanan prima memang perlu sarana yang mendukung salah satu diantaranya adalahdengan menerapkan teknologi informas di perpustakaan. Namun demikian teknologi informasi bukanlah segalanya bila tidak diimbangi dengan kualitas SDM yang berkompeten dibidangnya. Secanggih apapun teknologi informasi yang digunakan diperpustakaan maka tidak ada artinya jika pustakawan yang merencanakan dan mengoperasikan tidak berkompeten..
            untuk dapat melakukan pelayanan prima di perpustakaan, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengkaji klien / mempelajari klien agar lebih mengenal klien harus merupakan kegiatan penting yang tidak dapat ditinggalkan oleh perpustakaan. Melalui penelitian kebutuhan klien yang terus dilakukan dan direvisi secara berkala, akan dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang klien, sehingga memudahkan pustakawan dan perpustakaan menyiapkan dan menyediakan jasa perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhan klien. Artinya jasa perpustakaan yang ditawarkan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh klien.
  
DAFTAR PUSTAKA
Undang – undang Ri tentang Kearsipan dan perpustakaan desa dan kelurahan (Jakarta : Tamita Utama, 2010)
Blasius Sudarsono, Antologi Kepustakawanan Indonesia (Jakarta : Ikatan Perpustakaan Indonesia, 2006)
Jurnal ilmiah  libria, library of IAIN Ar-Raniry : media komunikasi pustakawan dan akademisi (Banda Aceh : perpustakaan Program Pascasarjana IAIN Ar – raniry, 2009)
Wiji suwarsono, ilmu perpustakaan dank ode etik pustakawan (Jogjakarta : Ar-ruzz Media, 2010)
Khairul maddy, konsep dasar pelayanan prima, hhtp//konsep_dasar_pelayan_prima.com, diaskes pada tanggal 29 oktober pukul 15.00 wib



[1] Undang – undang Ri tentang Kearsipan dan perpustakaan desa dan kelurahan (Jakarta : Tamita Utama, 2010), hal. : 83
[2] Blasius Sudarsono, Antologi Kepustakawanan Indonesia (Jakarta : Ikatan Perpustakaan Indonesia, 2006) hal. : 137
[3] Jurnal ilmiah  libria, library of IAIN Ar-Raniry : media komunikasi pustakawan dan akademisi (Banda Aceh : perpustakaan Program Pascasarjana IAIN Ar – raniry, 2009), hal. : 71.
[4] Khairul maddy, konsep dasar pelayanan prima,hhtp//konsep_dasar_pelayan_prima.com, diaskes pada tanggal 29 oktober pukul 15.00 wib

deskripsi bibliografi monograf

BAB I
PENDAHULUAN
            Setiap buku yang ada diperpustakaan harus dikatalogkan. Mengingat fungsi catalog adalah sebagai sarana temu balik bahan pustaka yang dibutuhkan para pengunjung, oleh karena itu catalog yang dibuat harus sesuai dengan pengetahuan pengunjung.
            Seseorang pengelola perpustakaan dapat dengan mudah membuat catalog kartu asalkan memiliki keinginan untuk memahami 3 hal yaitu :
1.      Memahami format catalog
2.      Memahami dan mengetahui sumber informasi dan ketentua umum yang berlaku dalam pembuatan catalog kartu
3.      Cara membuat tajuk

            Format catalog terbagi kedalam 3 bagian yaitu Call number, deskripsi blibiografis dan tajuk. Namun pada makalah ini akan dibahas tentang pembagian  deskripsi blibliografis serta tanda baca yang memisahkan masing – masing bidang dan sumber informasi utamanya.

















BAB II
MONOGRAF
A.     Pengertian diskripsi bibliografis
Diskripsi bibliografis adalah kumpulan informasi bibliografis dari suatu buku yang meliputi nama pengarang, judul, edisi, kota terbit, nama penerbit, tahun terbit, keterangan fisik (ukuran tinggi buku dan jumlah halaman), keterangan seri, ISBN, dan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu dan sering menjadi bahan informasi bagi pengguna jasa perpustakaan didalam mencari dan menemukan bahan pustaka yang dibutuhkan.[1]
Diskripsi bibliografis  juga merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi dari cirri-ciri fisik suatu bahan pustaka atau dokumen.[2]
Diskripsi bibliografis yang harus tercantum pada entri katalong telah ditentukan oleh IFLA dalam ISBD, dimana didalam suatu catalog terdapat 8 bagian atau lazim disebut bidang-bidang.

B.     Delapan Daerah Diskripsi Bibliografis
Adapun susunan urutan, ketentuan penulisan dan tanda baca yang memisahkan masing-masing bidang tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Bidang judul dan pernyataan kepengarangan
a.       Judul
·        Judul utama yaitu judul yang pertama kali ditulis pada halaman judul
·        Anak judul, dipisahkan dari judul utama dengan tanda baca titi dua ( : )
·        Judul alternatif yaitu judul lain sebuah buku yang diberikan oleh penulis, biasanya menggunakan kata atau.
·        Judul paraler yaitu judul yang sama tapi bahasanya berbeda dipisahkan dengan tanda =
b.      Pernyataan kepengarangan
Pernyataan kepengarangan ditulis pada diskripsi bibliografis setelah judul. Antara judul dengan pernyataan kepengarangan dipisihkan dengan tanda baca garis miring ( / ).

2.      Bidang Edisi
·        Keterangan edisi dicantumkan pada diskripsi bibliografis selama dalam buku tersebut tercantum keterangan edisinya. Jika tidak tercantum maka tidak perlu dicantumkan.
·        Pencantuman keterangan edisi menggunakan istilah.
·        Penempatan edisi pada diskripsi bibliografis yaitu setelah bidang judul dan pernyataan kepengarangan
·        Untuk memisahkan antara bidang edisi dengan bidang judul dan pernyataan kepengarangan menggunalan tanda baca titik strip ( .-- )

3.      Bidang empresum
Bidang ini disebut juga keterangan penerbitan yang meliputi kota atau tempat penerbit, nama penerbit dan tahun terbit.
·        Impresum dicantumkan setelah keterangan edisi
·        Penulisan kota atatu tempat penerbit didahului dengan tanda baca ( .-- )
·        Jika tempat terbit ada dua, maka kedua-duanya dicantumkan dalam diskripsi bibliogrfis dengan pemisah tanda baca ( ; )
·        Jika nama tempat penerbit tidak tercantum pada buku maka pencantuman menggunakan istilah sl (sine loco)
·        Penulisan nama penerbit setelah kota terbit dengan didahului tanda baca titik dua ( : )
·        Istilah PT, CV, firma atau sejenisnya tidak dicantumkan,
·        Jika nama penerbit tidak tercantum pada buku, maka bisa menuliskan nama percetakannya.
·        Penulisan tahhun penerbit setelah nama penerbit dengan didahului tanda baca ( , )
·        Jika tahun terbit tidak diketahui, maka pembuat catalog bisa memperkirakannya sendiri dalam dasa warsaatau abad yang ditulis didalam kurung siku [  ] diikuti tanda Tanya ( ? )

4.      Bidang kolasi
Yang dimaksud bidang kolasi adalah pernyataan diskripsi fisik yang mencakup data fisik buku, yang meliputi keterangan jumlah halaman, keterangan ilistrasi (gambar) dan ukuran tinggi buku.
·        Penulisan istilah dinyatakan dalam bentuk singkatan diikuti tand titik ( . )
·        Jika halam n ditulis dalam angka romawi dan dalam angka arab, keduanya dicantumkan dalam keterangan kolasi yang penulisannya dipisahkan dengan tanda baca ( , )
·        Penulisan ilistrasi atau gambarditulis setelah keterangan halaman dengan pemisah tanda baca ( : )
·        Jika buku ditulis dalam beberapa jilid, maka jumlah halaman tidak perlu dicamtumkan.yang dicantumkan jumlah jailidnya saja.
·        Penulisan ukuran tinggi buku setelah ilustrasi yang dinyatakan dengan cm yang dipisahkan dengan tanda baca ( ; )

5.      Bidang Seri
Keterangan seri dicantumkan pada diskripsi bibliografis setelah ukuran tinggi buku pada bidang kolasi yang ditulis didalam (  ) dengan tanda baca ( ; )


6.      Bidang Catatan atau anotasi
Bidang catatan diisi dengan hal-hal yang dipandang sangat penting
·        Catatan ditempatkan dibawah kolasi
·        Judul asli dari suatu karya terjemahan ditulis diantara dua tanda ( “  “ )
·        Untuk menunjukan bibliografi ditulis : Bib.: hlm…

7.      Bidang ISBN
Standar internasional nomor buku ditulis dibawah catatan. Jika suatu buku memiliki ISBN, maka ISBN tersebut harus dicantumkan pada diskripsi bibliografis.

8.      Bidang jajakan
Jajakan merupakan keterangan tentang cuti tambahan pengarang kedua atau ketiga, judul, dan subjek.
·        Jajakan subjek diberi nomor urut dengan angka biasa, penulisan subjek menggunakan huruf capital
·        Jajakan judul diberi nomor urut dengan angka romawi, penulisan judul disingkat J.
·        Jajakan pengarang kedua atau ketiga diberi nomor urut romawi setelah romawi judul, penulisan dibalik seperti menuliskan pengarang pada tajuk.

C.     Sumber Informasi Utama
Untuk membuat diskripsi bibliografis secara tepat, seorang catalog dapat menemukan informasi bibliografis melalui sumber-sumber utama sebagai berikut:
1.      Halaman judul
2.      Halaman lain seperti halaman judul singkat, samping halaman judul, balik halaman judul.
3.      Bagian lain dari buku seperti kata pengantar, prakata, kulit buku, teks, dan bibliografis serta indeks.
4.      Luar buku (publikasi)
Untuk lebih jelasnya mengenai hal tersebut, dapat dilihat table berikut ini:

No
Bidang
Sumber Informasi Utama
1.
Judul dan keterangan kepengaranga
Halaman judul

2.
Edisi
Halaman judul, dan halaman depan
3.
Impresum
Halaman judul dan halaman depan
4.
Kolasi
Buku yang bersangkutan
5.
Seri
Halaman judul
6.
Catatan
Halaman dibalik halaman judul dan halaman bibliografi serta indeks
7.
ISBN
Halaman dibalik halaman judul
8.
Jejakan
Halaman judul, halaman dibalik halaman judul.









D.    Contoh Katalog
·        Katalog Karya terjemahan
155.412
SHA            SHAPIRO,Lawrence E.
M                     Mengajarkan emotional intelligence Pada anak / Lawrence E. Shapiro; penerjemah Alex Tri kantjoro.—ed. 2.—Jakarta: Gramedia Pustaka Utama , 1997

Xviii, 376 hlm.: ilust.; 25 cm

Blibliografi
Indeks

Judul Asli : how to raise a child with a haigh IQ

ISBN 979-605-791-3

1.       EMOSI PADA  ANAK
I.        J                                   II. Alex Tri kantjoro

         



 













·        Catalog karya editor
003.5
DIN             Dinamika Informasi Dalam Era Global/ editor Engkos Koswara, elazar mangku barus, yaya suhendra, anwar hidayat.—Ed.1.—Jakarta: Balai Pustaka, 1994

xi, 182 hlm.: ilust.; 21cm

ISBN 979-665-381-2

1.       INFORMASI
I. J                                     II. Engkos Koswara
III. Elazar Mangku Barus    IV. Yaya Suhendra
V. Anwar Hidayat

         



 














BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
·        ada 8 daerah bibliografis yaitu :
1.      judul dan pernyataan kepengarangan
2.      bidang edisi
3.      bidang impresium
4.      bidang kolasi
5.      daerah seri
6.      daerah catatan
7.      daerah ISBN
8.      daerah jejakan
·        ada beberapa sumber informasi untuk mengetahui daerah blibliografi, yaitu, halaman judul, halaman judul singkat, samping halaman judul dan balik halaman, bagian lain dari buku, serta publikasi

B.     Rekomendasi
            Bagi pustakawan untuk mengetahui 8 daerah blibliografis  dan sumber  informasinya agar mudah dalam pembuatan catalog. Dan juga perlu adanya pelatihan atau pembinaan penggunaan sarana temu balik informasi untuk pengguna agar pengguna bisa memanfaatkan fasilitas yang telah diberikan.
            Bagi pengguna untuk menggunakan fasilitas yag telah diberikan dengan mengetahui beberapa inti dari catalog sehingga memudahkan pengguna untuk  menemukan koleksi perpustakaan sesuai dengan kebutuhannya.



DAFTAR PUSTAKA
Yaya Suhendra, Pedoman Katalogisasi, Kencana Prenada Media grouf : Jakarta, 2007
Zulfikar Zen, DeweyDecimal Classification, Depok, 2004).





[1]  Yaya Suhendra, Pedoman Katalogisasi, ( Kencana Prenada Media grouf : Jakarta, 2007). Hlm.14.
[2]  Zulfikar Zen, DeweyDecimal Classification,( Depok, 2004). Hlm. 7